Minggu, 03 Januari 2016

Sekarang, Sehat Ada di tangan Kita Sendiri!




Sungguh ironi kalimat sekaligus judul buku karangan Eko Prasetyo  “ORANG MISKIN DILARANG SAKIT”. Bahwa semakin kesini biaya berobat semakin mahal. Teknologi memang semakin canggih, tapi juga semakin kewalahan menghadapi  penyakit. Duniapun terasa semakin sempit setelah dihimpit dari berbagai sudut : kenaikan harga BBM dan sembako, dan juga biaya pendidikan. Muncul kemudian istilah “SADIKIN”dan SADIKUN, sakit sedikit langsung miskin, sakit sedikit lari ke dukun. Sakit telah menjelma bak hantu yang tak sekedar menggerogoti badan, tetapi sumber kehidupan. Bisa membuat mati sebelum mati.

Mungkin ada yang berfikir tuhan sudah tidak adil. Karena takdir tuhan tidak berfihak pada orang miskin. Kemudian, ada pertanyaan filosofis, bagaimana solusi masalah kesehatan bagi orang-orang yang jauh dari pusat-pusat perawatan kesehatan dan tenaga medis, atau tidak ada tanaman obat.   Misalnya mereka yang penduduk di pedalaman, terasing di pulau-pulau kecil, terisolir dan jauh dari akses jalan? Apakah mereka harus menerima saja kalau harus cacat tubuh,  sakit akut dan akhirnya meninggal?  

Atau ....apakah memang tubuh manusia yang katanya ciptaan Sang Maha Sempurna sedemikian rapuh, lemah dan ringkih ketika berhadapan dengan sakit?
Jangan-jangan ada yang salah dengan cara kita mengelola tubuh kita sendiri. Jangan-jangan ada yang salah dalam cara kita menghadapi penyakit.  Logikanya, Tuhan Yang Menciptakan sebaik makhluk bernama manusia, tentu menyiapkan sistem penyembuhan alaminya. Kadang bertanya-tanya juga, manusia yang super canggih ini kenapa harus kalah oleh virus yang sistemnya sangat sederhana dibanding manusia, yang ukurannya saja tidak terlihat mata karena saking kecilnya. Ya, serapuh itukah tubuh manusia??

Hingga satu harapan besar muncul bak fajar di timur nan cerah. 


Begini awal ceritanya 

.....................

Awal tahun 2015 ini saya bertemu sosok sepuh yang amat produktif. Rama Royani namanya. Biasa ia disapa Abah Rama. Abah cerminan usia, juga sapaan hangat kepada senior. Saat itu saya mengikuti satu sesi pelatihan Talents Mapping yang beliau menjadi founder di situ. Sekaligus master trainernya. Sosok sepuh itu begitu energik, sehat, segar dan produktif. Di usia yang persisnya di angka 70 itu biasanya kita lihat sosok yang ringkih, penglihatan kabur, jalan harus dipapah, dengan segala gejala penyakit yang mengiringi. Tapi Si Abah ini berbeda. Bahkan bisa dikatakan mengalahkan yang masih muda.

Rasa penasaran saya sedikit terjawab saat di akhir sesi beliau menyampaikan bahwa ada metode praktis dari China untuk menjaga kebugaran tubuh dan menjaga kesehatan. Waktu men-copy file pelatihan, ternyata ada file tentang metode tersebut. 

Masalahnya kalau sudah mengandung istilah-istilah asing persepsi saya adalah ribet, harus ikut pelatihan ini ke guru itu de el el. Kalau mendengar istilah bahasa China yang terbayang adalah yoga, kung fu, akupunktur, sin she, serta ramuan obat China.   Untuk beberapa lama, saya tidak membaca secara detail file itu. Hanya melihat sekilas gambar-gambarnya saja. Sampai kemudian Abah Rama sharing pengalaman beliau sembuh dari vertigo dengan metode China di atas via grup Whatsapp dan dikirimi file lengkapnya via email. Kebetulan isteri saya punya masalah sama. Sering sakit kepala, migrain, dan paling parah adalah vertigo. Pada saat yang sama, saya sedang punya beberapa masalah kesehatan. Di tangan kiri ada scabies yang sudah dua minggu tidak sembuh, juga  batuk-batuk tidak hilang sejak tiga mingu sebelumnya.

File dari Abah yang saya simpan di komputer kemudian kembali saya buka. Dari situlah saya jadi tahu tentang dua cara sederhana yang bisa mengobati aneka penyakit. Namanya Paida dan Lajin. Paida adalah teknis menepuk dengan telapak tangan atau bisa juga pake alat bantu pada bagian tubuh tertentu (pada dasarnya seluruh permukaan tuubuh bisa ditepuk). Satunya lagi adalah Lajin, artinya peregangan (streching). 

Sesuai petunjuk di file tersebut, saya coba lakukan paida (tepukan) pertama saya di siku dalam lengan kiri selama kurang lebih lima belas menit. Muncullah kemudian bercak  warna merah agak kehitaman. Ini pertama kali saya melihat bercak itu selama hidup saya. Dalam bahasa China bercak itu namanya Sha. Sha adalah racun dalam tubuh yang terpendam di dalam bagian-bagian tubuh kita yang terkumpul di tempat kita melakukan paida. Paida memang ditujukan untuk membuang racun dari tubuh.

Besoknya, saya tepuk lagi selama lima belas menit juga. Cuma sedikit sha yang muncul. Namun ada yang terasa beda, gatal di jari yang terkena scabies tidak lagi muncul. Biasanya sangat mengganggu. Besoknya lagi scabies mulai mengering. Dalam seminggu scabies saya ternyata bisa sembuh tanpa obat salep tanpa obat minum sama sekali. Tentu ini hasil yang sangat menggembirakan dan menarik. Biasanya untuk kasus scabies, uang 400 ribu harus saya habiskan untuk berobat ke dokter spesialis kulit plus menebus obat dan salep racikan khusus. Keberhasilan dengan scabies ini memuat saya tertarik untuk menaklukan batuk yang betah berlama-lama itu melalui metode tepuk-tepuk ini. Apakah bisa juga?

Untuk batuk, saya coba tepuk bagian ketiak kanan dan kiri. Masing-masing sekitar lima belas menit dengan agak keras, seperti saat menampar. Logika saya sederhana, karena bagian ketiak dekat dengan paru-paru. Setelah 15 menit paida, muncul di sana sha berwarna gelap seperti habis ditinju. Bedanya ini tidak ada rasa sakit. Besoknya ternyata batuk berkurang signifikan. Dada dan nafas terasa sangat longgar. Hari-hari berikutnya batuk semakin jarang dan kemudian hilang sama sekali. Tanpa obat sama sekali. Hasil kedua yang semakin membuat saya tambah bersemangat.

Kasus ketiga, saya punya ambeien kambuhan. Sensitif kalau makan pedas. Untuk kasus ambeien ini saya memakai peregangan kaki (lajin) dan menepuk bagian belakang lutut. Logika saya itu yang paling dekat dengan bagian tubuh yang terkena ambeien.  Ini adalah Lajin pertama yang saya lakukan dengan cara berbaring di kasur  dan kaki saya sandarkan pada ujung daun pintu. Saya belum mempelajari konsep tentang meridian atau saluran energi tubuh yang harus lancar agar sehat. Dalam konsep penyembuhan China kuno, semua penyakit disebabkan oleh tersumbatnya meridian tubuh. Lajin adalah cara untuk memperlancar aliran meridian tersebut. 

Rasa sakit menyergap kaki saat melakukan peregangan.  Saya tahan sepuluh menit kaki kiri dan kanan masing-masing secara bergantian. Setelah itu saya melakukan paida di bagian belakang lutut sepuluh menit juga. Tapi belum sampai muncul sha di bagian ini. Hanya warna merah muda yang normal.
 
Besoknya, saya coba uji nyali makan sambal. Tiga hari berutut-turut makan dengan sambal yang banyak. Alhamdulillah ambeien yang ditunggu ternyata tak muncul. Biasanya efek makan sambal pedas, saat buang air besar, bagian bawah terasa panas yang akan berlanjut  dengan munculnya pembengkakan di saluran keluar. Akan berdarah saat sedikit  saja mengalami sembelit. Kali ini rasa panas itu tidak juga muncul. Hal ini menjadikan  saya tidak lagi pantangan makan pedas. Buang air besar pun ternyata lancar tanpa sembelit, walau tak sedang makan buah-buahan.

Setelah sukses dengan beberapa kasus di atas, untuk menjaga kondisi badan saya coba melakukan paida lajin pagi atau sore Tubuh saya memang termasuk rentan walau usia baru empat puluh tahun. Gampang sakit.  Walaupun tidak tiap hari, namun efeknya ternyata tetap terasa. Sekarang saya merasa badan lebih fit, tubuh lebih lentur, dan daya tahan terhadap penyakit lebih kuat. Misalnya, bila sebelumnya ketika bibir bagian dalam tak sengaja tergigit, besoknya langsung sariawan. Sekarang, sariawan tidak muncul saat tergigit. Juga selepas makan gorengan agak banyak, biasanya langsung radang tenggorokan. Sekarang alhamduillah, aman-aman saja sehabis makan pisang goreng, tempe goreng atau martabak telur kesukaan saya. Terakhir, saya coba uji nyali naik motor tanpa jaket saat hujan perjalanan kantor ke rumah sekitar 15 menit. Biasanya saya langsung masuk angin dan meriang. Alhamdulillah tamu meriang yang saya tunggu itu tak datang juga.

Kasus terakhir adalah beberapa waktu lalu sebelum menulis tulisan ini.  Karena sesuatu hal saya harus menyelesaikan pekerjaan malam hari. Begadang tiga malam berturut-turut hanya tidur 1 jam saja. Saya coba perkuat diri saya dengan paida dan lajin pada malam dan pagi hari sebelum berangkat kantor. Kali ini saya coba tidak mengkonsumsi minuman suplemen. Biasanya kalau malam sebelumnya begadang, paginya rasa kantuk menyergap serta sulit konsentrasi. Alhamdulillah, kali ini badan tetap segar. Hanya sedikit ngantuk.

Pada hari keempat, walaupun agenda begadang sudah usai, siang hari saya harus bolak balik nyetir mobil Cikampek-Karawang. Saya harus mengantar dua anak saya ke pool bis Lorena tujuan Probolinggo, Jawa Timur. Ceritanya mereka mau liburan di mbah-nya.  Tetapi kemacetan parah jelang libur natal menjadikan bis Lorena mengalami delay 12 jam hingga jam 1 malam. Saya baru bisa tidur jam setengah 3 dini hari. Dan harus bangun subuh. Praktis empat hari non stop begadang hanya dengan sedikit tidur.

Hari Kamis pagi saya masih bisa melakukan aktivitas favorit sebagai suami istri. Biasanya siangnya disergap lemas dan kantuk.  Apalagi semalam kurang tidur. Tapi saya coba tetap mengikuti agenda kopdar komunitas Home Education di Bekasi. Di mana saya kembali harus nyetir mobil sekitar satu jam menuju lokasi. Setelah acara selesai saat dhuhur,  karena jalan tol macet parah saya kembali harus nyopir, kali ini mengambil jalan memutar lewat jalur utara Bekasi. Sampai rumah di Karawang jam 4 sore.

Tubuh yang sudah terforsir itu kemudian tak mampu lagi menangkal virus flu yang mampir besok harinya. Hari Jumat-Sabtu saya bersin-bersin hingga hidung meler. Namun badan hanya sedikit demam dan meriang. Kali ini saya ingin betul-betul lepas obat kimia. Sambil saya lakukan paida lajin pagi dan sore. Obat yang diminum hanya minyak habatus-sauda. Alhamdulillah hari minggunya sudah mulai reda. Hari Senin sudah bisa masuk kantor. Padahal pengalaman sebelumnya untuk kasus yang sama bisa dipastikan saya mengalami gejala tipes. Perlu minimal seminggu untuk sembuh. Inipun harus dibantu obat dokter. Bila dilakukan tes laboratorium, maka uang 500 ribu bisa ludes untuk biayanya sampai benar-benar sembuh. 

Namun ada yang menarik. Dalam waktu hampir dengan flu di atas,  ambeien yang saya kira sudah hilang muncul lagi. Namun muncul di bagian yang tidak biasanya. Saya menduga ini bagian dari krisis penyembuhan, sesuai yang saya baca di situs www.paidalajin.com. Jadi tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Maka saya atasi juga hanya dengan paida lajin. Tanpa minum obat sama sekali. Alhamdulillah tiga hari sembuh bersamaan dengan redanya flu. Padahal biasanya selama seminggu saya harus meringis menahan sakit saat berjalan. 

Pada kesempatan ini saya juga menjumpai sebuah PENEMUAN PENTING!

Setelah saya amati dan saya bandingkan denga ruku' saat sholat, ternyata cara kerja ruku' sama dengan cara kerja lajin bila dilakukan dengan presisi sesuai pedoman.  Ruku’ yang dicontohkan nabi itu lurus pada punggung secara horizontal. Setelah ruku’ tiga menit saja, maka bagian kaki dari ujung bawah hingga pinggul akan meregang dan sakit. Terjadi juga peregangan di tulang belakang. Hal ini terindikasi pada munculnya rasa sakit pada tulang belakang di bagian pinggang. Saat saya coba postur ruku’ ini, gejala ambien saya berkurang signifikan. Sama efeknya waktu mekakukan lajin. Sehingga bisa dikatakan bahwa efek ruku’ itu sama dengan efek lajin. Ruku adalah lajin cara Nabi Muhammad.

Ya, melalui jalan yang memutar saya malah menemukan rahasia terbesar kesehatan Nabi Muhammad yang sepanjang hidupnya sangat jarang sakit. Padahal kesibukan beliau luar biasa. Sebelumnya saya hanya  tahu kalau beliau kalau ruku dan sujudnya itu lama sekali. Terutama  saat sholat malam.
Rupanya peregangan itulah rahasia kesehatan Rasululullah! Bahkan ruku’ tidak memerlukan alat apapun seperti halnya meja lajin. Dua kaki bisa langsung streching, tanpa perlu bergiliran.  Juga waktunya bersamaan dengan beribadah. Tidak perlu agenda khusus. 

Apakah rasa sakit efek dari ruku’ yang lama akan mengurangi kekhusyukan shalat?
Menurut saya justru sebaliknya, shalat semakin focus. Semakin khusyuk. Apalagi memahami bahwa hakikat sakit yang dialami saat peregangan adalah obat alami. Maka menjadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan rasa sakit saat ruku’. Itu adalah hadiah dari Allah. 

Lantas, mengapa mayoritas umat Islam masih rentan sakit padahal sudah melakukan ruku' setiap hari?
Sangat boleh jadi postur ruku’nya tidak persis dengan yang dilakukan Nabi. Saat ruku, punggung cenderung melengkung, tidak rata. Kaki dan lantai juga tidak membentuk sudut 90%. Kebanyakan kaki condong ke belakang. Tangan juga banyak yang tidak lurus sehingga tidak menekan lutut dan bahu secara bersamaan. Ketidaktepatan postur ruku’ menjadikan  hilangnya peregangan. Hilang juga efek pengobatannya.

Alhamdulillah, kini saya merasa lebih positif dengan kondisi kesehatan saya. Juga kesehatan keluarga. Misalnya, istri saya sekarang tidak lagi ketergantungan minum obat sakit kepala ketika kecapekan. Cukup dengan lajin 15 menit pada masing-masing kaki, dan paida pada bahu dan tengkuk serta siku bagian dalam. Anak saya yang punya scabies kambuhan di kaki, kini cukup dilakukan paida di lutut bagian belakang. Tidak perlu lagi ke dokter spesialis kulit. Juga tanpa perlu obat kimia.

Kalau membaca di web www.paidalajin.com kita akan menjumpai banyak testimoni mereka yang memperoleh kesehatannya kembali dengan mempraktekan metode sederhana paida lajin. Dengan metode yang amat sederhana, murah (bahkan tanpa biaya), bisa dilakukan sendiri, efektif, dan universal ini harapan memperoleh kesehatan kembali dengan tanpa mahal, tanpa ribet kembali menyala. 

Manusiapun berhasil membuktikan bahwa makhluk ciptaan Tuhan bernama manusia memang super canggih dan tidak serapuh yang selama ini kira. 

Kesehatan kita kini kembali ada di tangan kita.


Karawang, 4 Januari 2016

#Catatan pemilik blog